Terimakasih Atas Kunjungan Teman-Teman di My Blog

Kamis, 14 Mei 2009

Seputar Jilbab & Islam


Islamophobia Vs Keagungan Islam
Berbagai kasus pelarangan jilbab di Indonesia maupun di luar negeri, khususnya di negara-negara Barat, boleh dikatakan merupakan wujud dari masih bercokolnya sikap Islamophobia (ketakutan dan kebencian terhadap Islam), baik di kalangan umat Islam sendiri maupun kalangan non-Muslim.

Tentu aneh jika ada kalangan Islam yang malah phobi (takut) terhadap Islam. Adanya ketakutan dan kebencian kaum kafir terhadap Islam juga tak kalah anehnya. Pasalnya, sepanjang sejarah, saat umat Islam menjadi pemimpin dan syariah Islam diterapkan, Islam adalah agama yang senantiasa menjamin keamanan, keselamatan dan kebebasan kaum minoritas non-Muslim dalam beribadah sesuai dengan keyakinan mereka. Ini sudah berlaku sejak masa Rasulullah saw. dan tetap dilaksanakan oleh para khalifah sepeninggal Beliau. Kebijakan yang begitu ramah terhadap non-Muslim ini terus berlangsung selama berabad-abad lamanya sepanjang sejarah Kekhilafahan Islam.


Karen Amstrong dalam bukunya, Holy War, menggambarkan saat-saat penyerahan kunci Baitul Maqdis kepada Khalifah Umar bin al-Khathathab kira-kira sebagai berikut, “Pada tahun 637 M, Umar bin Khaththab memasuki Yerusalem dengan dikawal oleh Uskup Yunani Sofronius. Sang Khalifah meminta agar ia segara dibawa ke Haram asy-Syarif dan di sana ia berlutut berdoa di tempat Nabi Muhammad saw. melakukan perjalanan malamnya. Sang Uskup memandang Umar penuh dengan ketakutan. Ia berpikir, ini adalah hari penaklukan yang akan dipenuhi oleh kengerian yang pernah diramalkan oleh Nabi Daniel. Pastilah, Umar adalah sang Anti Kristus yang akan melakukan pembantaian dan menandai datangnya Hari Kiamat. Namun, kekhawatiran Sofronius sama sekali tidak terbukti.”

Setelah itu, penduduk Palestina hidup damai dan tenteram; tidak ada permusuhan dan pertikaian meskipun mereka menganut tiga agama besar yang berbeda: Islam, Kristen, dan Yahudi.

Apa yang dilakukan Khalifah Umar ra. jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh tentara Salib pada tahun 1099 M. Ketika mereka berhasil menaklukkan Palestina, kengerian, teror, dan pembantaian disebarkan hampir ke seluruh kota. Selama dua hari setelah penaklukkan, 40.000 kaum Muslim dibantai. Pasukan Salib berjalan di jalan-jalan Palestina dengan menyeberangi lautan darah. Keadilan, persatuan, dan perdamaian tiga penganut agama besar yang diciptakan sejak tahun 1837 oleh Khalifah Umar ra. hancur berkeping-keping.

Meskipun demikian, ketika Shalahuddin al-Ayyubi berhasil membebaskan Kota al-Quds pada tahun 1187 M, beliau tidak melakukan balas dendam dan kebiadaban yang serupa. Karen Armstrong menggambarkan penaklukan kedua kalinya atas Yerusalem ini sebagai berikut, “Pada tanggal 2 Oktober 1187, Salahuddin dan tentaranya memasuki Yerusalem sebagai penakluk dan selama 800 tahun berikutnya Yerusalem tetap menjadi kota Muslim. Salahuddin menepati janjinya. Ia menaklukkan kota tersebut menurut ajaran Islam yang murni dan paling tinggi. Ia tidak berdendam untuk membalas pembantaian tahun 1099…”

Perlakuan Kekhilafahan terakhir, Khilafahan Utsmaniyah, terhadap kaum non-Muslim dilukiskan sejarahwan Inggris, Arnold J. Toynbee, dalam bukunya, Preaching of Islam, “Perlakuan terhadap warga Kristen oleh pemerintahan Ottoman—selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani—telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa…”

Demikianlah, dengan secuil fakta sejarah di atas, jelas tidak seharusnya orang-orang non-Muslim, apalagi kaum Muslim, tetap mengidap Islamophobia. Sebab, Islam datang memang untuk menebarkan rahmat bagi seluruh umat manusia. Mahabenar Allah SWT yang berfirman:

Tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluuruh alam (QS. Al-Anbiya [21]: 107).





0 komentar: